Padd Solutions

Converted by Falcon Hive

Pangandaran adalah sebuah pantai yang cukup terkenal sebagai obyek wisata di pesisir pantai selatan. Saya sudah lama sekali mendengarnya, dan sangat ingin mengunjunginya.
Setelah mempelajari rute dan lokasinya, ternyata Pangandaran termasuk pada kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Untuk menuju ke Pangandaran, ternyata (dan ini saya ketahui setelah sampai di sana) telah banyak bis yang langsung dari Jakarta, antara lain dari Balaraja (Tangerang) dan dari Bekasi (yang saya lihat di jalan). Jika menggunakan kendaraan sendiri, rute (seperti yang saya tempuh) adalah: Jakarta-Bandung-Cileunyi via tol Purbalenyi (Tol Cikampek + Cipularang + Cileunyi), lalu menuju Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, terus menuju Pangandaran. Di peta ada jalan dari Ciamis langsung ke Pangandaran, namun ketika di jalan (waktu itu sudah mulai malam), kami tidak menjumpai belokannya, dan petunjuk arah membawa kami melalui Banjar.
Banjar Paling Bagus
Hanya untuk informasi, sepanjang perjalanan kami (singgah di Garut/bermalam di Cipanas), kami mengagumi kebersihan dan keindahan kota yang kami lalui. Ternyata kami sepakat menempatkan Garut yang paling ‘kurang bagus’, lalu Tasikmalaya lebih bagus, Ciamis lebih bagus lagi, dan Banjar yang paling bagus. Ukurannya tentu subyektif dan hanya dengan melihat keadaan di sepanjang jalan yang kami lewati.
Jalan Berbelok-Belok
Perjalanan dari Banjar ke Pangandaran ‘ternyata’ melalui hutan yang berbelok-belok (maksudnya jalannya yang berbelok-belok). Kondisi yang sudah malam dan sudah menempuh perjalanan cukup jauh membuat kami sempat nervous. “Kapan sampainya?”. Ternyata, dan ini ternyata diakui oleh banyak orang termasuk mereka yang ‘hidup’ di Pangandaran sendiri, kondisi jalan itu memang termasuk berat. Mantan Ibu RW yang asli Pangandaran (ternyata tidak persis di Pangandarannya) sempat SMS (namun terlambat) memperingatkan kondisi jalan itu dan berpesan agar hati-hati. Di Pangandaran, kemudian setelah di sana, kami bertanya-tanya adakah jalan lain agar tidak usah melewati jalan berbelok-belok itu, ternyata itu satu-satunya jalan untuk kembali juga!
Ketika kami balik, masih pagi hari, dan tentu kami masih segar setelah menginap dua hari, jalan di hutan yang berbelok-belok itu kami jadikan semacam tamasya sendiri. View alam yang asri, udara yang segar kami nikmati, membuat jalan itu menjadi tidak begitu berat. Kami santai melewatinya, dan terasa hanya sebentar saja kami sudah melewatinya J.
Retribusi
Memasuki lokasi Pangandaran otomatis kita akan melewati sebuah pintu gerbang yang dijaga oleh petugas. Di sini kita harus membayar ‘retribusi’ sebesar Rp 27.500,- Saya kurang jelas tentang retribusi ini karena tidak diberi bukti berupa karcis atau apa. Karena tidak tahu, saya tidak memintanya. Ternyata, setelah diberi penjelasan oleh ‘pengantar’ mencari penginapan, kita harus memintanya. Ah!


Penginapan
Mencari penginapan di Pangandaran sangatlah mudah. Banyak hotel dengan plang besar dan lampu-lampu yang meriah. Banyak pula rumah yang disewakan, bahkan di ‘blok’ dekat pantai, hampir semua rumah menjadi penginapan!
Di pintu gerbang, kami ditawari penginapan oleh seorang ‘agen’ atau ‘pengantar’. Kakak meminta dicarikan penginapan yang 100 ribuan dan disanggupi. Kami diantar ke ‘rumah’ penginapan dengan tiga kamar, semua kamar menghadap ke depan (bukan kamar di dalam rumah, tetapi seperti rumah kontrakan/bedeng). Setelah dilihat ternyata cukup baik, malah masih baru (informasi yang didapat kemudian ternyata baru tiga bulan dibangun, setelah dulu dilanda tsunami). Semua kamar memiliki kamar mandi sendiri di dalam. Bed (tempat tidur) double, masih baru dan tampak bagus, ada TV, dan masing-masing punya teras yang dilengkapi meja kursi kayu (yang masih baru dan bagus pula). Sangat cukup bagi kami. Namun ternyata harganya 250 yang besar(hanya satu) dan 150 yang lebih kecil. Setelah ditawar, yang besar jadi 150 ribu dan yang kecil 100 ribu. Kami langsung sepakat karena lokasinya memang dekat pantai (bisa jalan kaki), dan sudah malam.
Penginapan Rp 150.000,-
Ternyata di sekitar itu penginapan semua. Ada yang besar dan terkelola, ada juga yang berupa rumah atau wisma. Harga juga relatif sama (tentu yang berupa hotel atau yang terkelola lebih mahal), dan jika ingin yang lebih murah pun tampaknya masih bisa mencari yang agak masuk gang atau yang agak jelek.
(Jika kebetulan Anda ingin menginap di tempat kami menginap, bisa kontak pak Poniran, HP: 081323070170, atau jika ingin dicarikan penginapan bisa kontak pak Musa, HP: )


Penjaja
Setelah kami memasukkan barang-barang ke kamar, mulai muncul para penjaja. Pertama adalah abang bakso, yang dengan senang kami membeli (sekaligus buat tanya-tanya situasi). Lalu muncul penjaja pijat. Bukan hanya seorang, namun datang lagi dan datang lagi. Besok pagi-pagi (saya biasa keluar untuk jalan-jalan atau menghirup udara segar setelah sholat subuh) mulai datang penjaja sarapan (berupa nasi kuning dan roti), lalu penjaja ikan asin dan oleh-oleh lainnya (ada yang berupa souvenir). Hmm… hampir sama dengan di Cipanas, Garut.
Selama dua hari kami menginap, gelombang penjaja ini, terutama penjaja ikan asin dan souvenir, datang terus, sehingga bosan menolaknya. Sebagian terpaksa beli, selain untuk oleh-oleh, juga karena kasihan, dan terdesak oleh tawaran si penjaja. Wah…
Pantai Barat dan Pantai Timur
Pantai Pangandaran dibagi menjadi Pantai Barat dan Pantai Timur. Pantai Barat adalah pantai yang landai, berpasir, dan ada bagian dimana pengunjung boleh berenang. Pantai Timur adalah pantai yang ditanggul dengan beton dan batu-batu, tidak boleh berenang, dan di sebelah ini ada TPI (Tempat pelelangan Ikan) dan warung-warung tempat makan ikan.
Makan ikan di Pantai Timur
Pantai Barat dan Pantai Timur berseberangan, di antaranya adalah rumah penduduk, termasuk (terutama) penginapan-penginapan. Jaraknya tidak jauh, namun cukup capek juga kalau berjalan kaki, apalagi bolak-balik. Saya lebih menyarankan Anda mencari penginapan dekat Pantai Barat, seperti yang kami lakukan, karena kegiatan tamasya (aktivitas) umumnya di Pantai Barat.
Di sepanjang Pantai Barat banyak sekali penginapan. Di ujung dekat Cagar Alam, ada pantai yang ramai karena merupakan lokasi berenang. Di sini banyak sekali perahu yang dijajakan, dan banyak warung makanan.
Mencari Makan
Walaupun di sepanjang pantai Barat banyak warung, begitu juga di pantai Timur banyak rumah makan khusus ikan, dan di jalan-jalan antara keduanya banyak rumah makan, namun kami pernah kesulitan mencari makanan. Bukan tidak ada warung atau restoran tutup, namun ‘rasa’ masakan di Pangandaran ini –menurut kami- kurang enak. Kami pernah mencoba masakan Padang (yang direkomendasikan), ternyata tidak seperti yang diharapkan (atau biasanya). Kami mencoba masakan Chinese, juga sama (hambar). Masakan sop ayam pun sama. Untuk masakan ikan (di Pantai Timur), rasanya kalah jika dibandingkan di Muara Angke (Jakarta Utara). Akhirnya kami mencoba mencari warung yang bisa masak ikan asin (toh di situ banyak yang jual ikan asin), eh… ternyata tidak ada!
Bersepeda
Di pangandaran banyak yang menyewakan sepeda. Mau sepeda yang sendiri atau yang berdua (dikayuh berdua bahkan bertiga) ada. Sepeda yang kecil buat anak-anak atau yang besar buat orang dewasa, ada. Tarifnya Rp 5.000 per jam. Kalau ambil banyak, bisa nego juga.
Selain sepeda, ada juga yang menyewakan motor empat roda (ATV). Tarifnya Rp 60.000 per jam, bisa juga Rp 100.000, tergantung motornya atau peminatnya. Kalau ramai, si abang bilang bisa Rp 100.000.
Dengan sepeda atau ATV kita bisa keliling Pangandaran. Kalau mau pakai kendaraan sendiri pun bisa. Pangandaran (yang di dalam lokasi wisata) cukup kecil sehingga kita bisa memutari seluruh blok dalam waktu yang singkat.
Naik Perahu ke Pasir Putih
Jika anda mendekat ke pantai Barat, anda pasti akan ditawari berperahu ke Pasir Putih, melihat ikan dan terumbu karang, dan sebagainya. Seorang Rp 10.000,- namun kalau bisa nego, satu perahu bisa diborong dengan Rp 50.000 saja.
Paket wisata ini untuk bolak-balik. Anda akan diantar melihat ikan (penjaja biasanya menunjukkan foto-foto ikan), lalu bermain di Pasir Putih atau menyusuri pulau untuk masuk ke beberapa gua, dan nanti dijemput lagi. Bayarnya boleh nanti setelah dijemput.
Berperahu di Pantai Barat
Kenyataannya (bocoran nih J), foto-foto yang ditunjukkan oleh tukang perahu terlalu indah dari aslinya. Tentang pasir putih, sama saja dengan pasir di pantai Barat dimana anda naik perahu. Tentang melihat ikan, anda akan melihat ikan dari atas perahu. Airnya memang jernih/bening sehingga anda bisa melihat karang (terumbu karang?) dan ikan (kalau ada, dan itu pun ikan-ikan kecil tidak sebesar di foto) dari atas perahu. Tentang gua, anda perlu berjalan menjelajahi hutan cagar alam untuk menemukannya. Dan di sana, di gua, ada ‘penjaja’ lagi yang menawarkan petromax sebagai penerang di dalam gua. Gua yang paling dekat (setelah berjalan jauh) adalah gua Lanang atau gua Mak Lampir (dinamai begitu karena pernah dipakai syuting film Mak Lampir). Gua yang lainnya masih jauh lagi… Oya, kalau anda mencoba masuk hutan sendiri tanpa pemandu, dijamin anda akan segera balik lagi atau anda akan tersesat dan mutar-mutar sampai capek… bersikaplah bijaksana.
Di mulut Gua Lanang
Untungnya kami ketika naik perahu ditemani oleh pak Sadin. Pak Sadin adalah seorang tukang foto, namun fotonya tidak laku karena kami masing-masing sudah membawa kamera, walaupun sebagian hanya kamera handphone. Pak Sadin mengenal benar ‘pulau’ yang menjadi cagar alam itu, dan bisa bercerita banyak (menjelaskan) kepada anak-anak. Akhirnya beliau kami upah sendiri karena sudah mengantar kami ‘keliling’ pulau, dan keluar melalui pintu masuk cagar alam (lokasi wisata sendiri dengan karcis Rp 5.500,- per orang) tanpa perlu dijemput tukang perahu lagi.(Jika anda ingin dipandu pak Sadin, baik di lokasi Cagar Alam maupun di obyek Wisata lain di sekitar Pangandaran, seperti Green Canyon, Watu Karas dan lain-lain, atau mencari penginapan, bisa mengontaknya melalui HP anaknya: 087826197885).

(0) Comments

Posting Komentar